Senin, 27 Februari 2012

Ketua DPRD Bartim Dituding Memalsukan Surat dan Tanda Tangan


Ketua DPRD Bartim Dituding Memalsukan Surat dan Tanda Tangan
(Dugaan KKN/Pidana Pemalsuan Ketua DPRD Bartim, Bag. III)

Mantan ajudan/staf khusus Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Barito Timur (Bartim), Eka Bakti alias Dapung menuding mantan bosnya yakni Ketua DPRD Kabupaten Bartim, Fristio memalsukan tanda tangannya sehingga mantan ajudan tersebut tidak pernah mendapatkan haknya berupa pembiayaan perjalanan kedinasan yang dibebankan dari Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA –SKPD) Sekretariat DPRD Kabupaten Bartim.
Pria yang akrab dipanggil Dapung tersebut juga mengatakan jika selama 21 bulan menjadi ajudan ketua DPRD Kabupaten Bartim dirinya belum pernah mendapatkan gajinya dalam melaksanakan tugas ajudan Ketua DPRD Kabupaten Bartim.

“Sampai saat ini saya belum pernah mendapatkan gaji yang disebutkan dalam surat keterangan pengangkatan ajudan,” kata Eka, di Tamiang Layang, kemarin (27/2).

Dirinya juga menuding Ketua DPRD dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut memalsukan tanda terima untuk mengambil dana pelaksanaan tugas sebagai ajudan Ketua DPRD Kabupaten Bartim.

“Tudingan ini sangat beralasan karena saya tidak pernah menandatangani tanda terima untuk pendanaan perjalanan dinas, padahal dalam surat keterangan pengangkatan saya jelas disebutkan jika segala biaya yang timbul dalam pelaksanaan tugas sebagai ajudan di bebankan DPA – SKPD Sekretariat DPRD Kabupaten Bartim,” tutur Eka.
Selain itu, Eka mengungkapkan, dulu dirinya pernah dijanjikan jika setiap ada pencairan dana pembiayaan perjalanan dinas akan dibagi dua antara dirinya dan Fristio, tetapi itupun tidak pernah direalisasikan oleh sang Ketua (Fristio).

“Janji tinggal janji, selama ini saya hanya mendapat pesangon dari Fristio yang tidak seberapa besarnya,” ungkapnya.

Masih ungkap Eka, karena selama ini Eka tidak pernah mendapatkan biaya (Perjalanan dinas) Ia pun dijanjikan oleh sang Ketua akan mendapatkan gaji sebesar Rp 3 Juta Per bulan ditambah dengan Rp 100 Juta per tahun.

“Hari mendatang, bulan menjelang, tahun pun tiba namun apa yang dijanjikan sang Ketua pun tak kunjung ada realisasinya, bahkan Fristio mengelak pernah menjanjikannya,” ujar Eka.

Dari sinilah dirinya mengaku tidak lagi bersemangat untuk mengabdi dengan sang Ketua, dan akhirnya si Eka memutuskan untuk mengundurkan diri. Pengunduran dirinya tersebut juga dikarenakan keluarnya surat keterangan perpanjangan tugas yang tidak lagi menyebutkan dirinya sebagai ajudan/staf khusus ketua DPRD Kabupaten Bartim, namun sebagai anggota satuan pengamanan (Satpam) rumah jabatan (Rujab) Ketua DPRD Kabupaten Bartim.

“Jujur saya meragukan keaslian surat tersebut karena berbeda dengan surat yang pertama,” pukasnya.

Di lain sisi, Beni Guritno Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tamiang Layang mengatakan, karena pemalsuan tanda tangan dan pemalsuan surat tersebut masuk dalam kategori pidana umum dirinya meminta untuk pihak yang dirugikan segera melapor ke Kepolisian.
“Laporkan saja kasus tersebut ke Kekepolisian agar segera mendapat tindak lanjut,” tandasnya.

Di lain tempat, salah satu Praktisi hukum Aryo Nugroho, menjelaskan, jika seseorang terbukti memalsuan surat dan tanda tangan dapat dijerat dengan pasal 263 Kitab  Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman paling lama enam tahun kurungan penjara.

“Pasal 263 Ayat 1 KUHP; Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah – olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun,” jelas Aryo.

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Palangkaraya juga menambahkan, Pasal 263 adalah bahwa membuat surat palsu, sebelum perbuatan dilakukan belum ada surat, kemudian dibuat suatu surat yang isinya sebagian atau seluruhnya adalah bertentangan dengan kebenaran. Tidak demikian dengan perbuatan memalsu surat. Sebelum perbuatan itu dilakukan sudah ada sebuah surat yang asli, kemudian pada surat yang asli ini, terhadap isinya termasuk tanda tangan dan nama si pembuat asli dilakukan perbuatan memalsu yang akibatnya surat yang semula benar menjadi surat yang sebagian oleh seluruh isinya tidak benar dan bertentangan dengan kebenaran.

“Selama perkiraan adanya orang yang terperdaya terhadap surat itu, surat itu dibuat memang untuk memperdaya orang lain dan dengan adanya pemalsuan tersebut ada yang dirugikan maka unsur – unsur pasal tersebut terpenuhi,” tambahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar