Kamis, 29 Maret 2012

Kapan “Kobar” Berhenti “Berkobar” ?



#Opini Politik, Sengketa Pemilu Kada Kotawaringin Barat

Ini adalah kali ketiga, diriku menginjakkan kaki di Kabupaten berjuluk Marunting Batu Aji (Menuju Kejayaan), yang secara nasional dikenal dengan nama Kotawaringin Barat (Kobar). Kedatanganku ke kabupaten beribukota Pangkalan Bun kali ini, hanya karena penasaran ingin menyaksikan secara langsung drama politik, yang menurutku hanya dilatar belakangi ambisi semata.

Kisah yang diawali dengan adegan pemilihan umum kepala daerah (Pemilu Kada), telah berlangsung 2 tahun silam ternyata masih berlanjut hingga kini. Adegan ini berlanjut dengan ketidakpuasan, ya ketidakpuasan. Karena kengototan dari kedua belah pihak telah berujung kesemrawutan, bukan hanya pada penegakkan hukum dan penyelesaian secara kontitusional, bahkan merembet ke sengketa administratif.


Tragedi terbesar terjadi beberapa waktu lalu (29/12, 2011), Rusuh massa yang telah mencoreng wajah teduh Pangkalan Bun, ibukota Kabupaten Kobar. Unjuk rasa sekitar lima ratusan orang menentang pasangan bupati-wakil bupati yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi (MK) diwarnai aksi perusakan dan pembakaran beberapa bangunan. Massa tersebut diketahui sebagai pendukung pasangan bupati dan wakil bupati terpilih dalam pilkada namun didiskualifikasi MK. Drama tragis tersebut tak sesingkat dalam ulasan jurnal ini (Baca; Kronologis Sengketa Pemilu Kada Kotawaringin Barat).

(21 Maret 2012) Babak baru dalam adegan ini berlanjut, ketika Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta mengabulkan dan memenangkan gugatan dari salah satu kubu (Yang didiskualifikasi MK), untuk mencabut Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri (Mendagri), tentang pengesahan dan pengangkatan Bupati Kobar atas dasar rekomendasi MK (SK Mendagri Nomor 131.62-584 Tahun 2011 dan SK Nomor 132.62-585 Tahun 2011 tertanggal 8 Agustus 2011) karena dianggap cacat hukum dan tidak sah.

Jika kita membuka buku Yurisprudensi (Keputusan Hakim terdahulu), mungkin ini kali pertama dijumpai kasus sengketa pemilu kada yang menggunakan peradilan administratif (PTUN), memang hal ini tidak aneh, tetapi anehnya terletak pada logika hukum yang mengesampingkan hirarki peradilan, dimana sebelumnya sengketa pemilu kada sudah diputus MK, peradilan kelas dewa di bidang Konstitusi.

Jika yang jadi masalah hanya sebatas administrasinya, ku rasa ini tidaklah begitu signifikan, apalagi jika ngomong masalah pelengseran. Logikanya, SK di cabut lalu MK rekomendasikan untuk membuat SK baru, dan menunjuk orang melantik kembali sang bupati, beres. Bos, biaya menggelar persidangan lebih mahal jika dibandingkan dengan harga kertas untuk membuat SK. Kalau aku sih mending dananya buat bangun daerah.

Jadi sudah jelas, jika ambisi dan kengototanlah yang melatarbelakangi ini semua, jelas pula tujuan menggunakan institusi berlabel PTUN, hanya untuk bisa dikabulkan dan dimenangkan sampai tingkat Mahkamah Agung (MA). Bahasapekoknya, kalah di MK, kita adu MA dan MK. Lalu jika kedua intitusi dewa ini bertarung, ya jelas saja aset negara lagi yang jadi korban (Baca; Rujab Bupati Kobar diBakar Massa), lebih ironis lagi, para pendukung kelas menengah kebawah jadi alat, kaum elit kelas atas kesamping mah tinggal perintah.

Media massa yang seharusnya memposisikan diri senetral mungkinpun tak ku jumpai, bahkan menurut logika hukum yang ku pelajari membuatku untuk menahan tawa, saat menikmati sajian berita dan opini mereka. Sekali lagi ya maklumlah, mungkin penulisnya tak ada background dibidang hukum, terkhusus hukum tata negara, yang aku dan kawan-kawan seperjuangan dulu pelajari hingga dua belas sistem kredit semester (SKS) semasa kuliah.

Dari apa yang mereka tulis misalnya, Si anu terjungkal, si itu tidak sah dengan jabatannya, si ini dimenangkan. Dalam hati, stop! Apa maksud terjungkal, tidak sah, dan dimenangkan?

Aku rasa ini adalah kajian hukum terdangkal, dari opini dan berita yang pernah di sajikan media massa besar, yang notabenenya banyak orang hebat yang didatangkan dari ibukota. Kenapa mereka tidak melihat kompetensi peradilan yang ada. Siapa MK, siapa MA, dan terlebih siapa PTUN. Media yang ku gadang-gadang dapat menelaah dan menyajikan ulasan menarik, berimbang, dan independen hanya akan menjadi bahan tertawaan saja, ironis.

Ingin rasanya pulang lalu membawa sebongkok tulisan-tulisan mereka ke forum diskusi kawan-kawan, untuk ditelanjangi habis-habisan tentunya...(Bersambung)

#Jurnal pindahan; Pena Fitriya

Kronologis; Sengketa Pemilu Kada Kobar


5 Juni 2010 - Pelaksanaa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilu Kada) Bupati Kotawaringin Barat (Kobar) untuk periode 2010-2015, diikuti oleh dua pasang calon yakni Sugianto-Eko Sumarno (SUKSES) dan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto (UJI-BP).

12 Juni 2010 - Penetapan hasil perolehan suara pasangan calon bupati (Cabup) dan calon wakil bupati (Cawabup) terpilih periode 2010-2015 oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kobar. Pemenangnya adalah pasangan SUKSES dengan 67.199 suara sedangkan UJI-BP hanya memperoleh 55.281 suara.

7 Juli 2010 - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan permohonan UJI-BP, terkait gugatan Sengketa Pemilu kada Kobar. Kemudian mendiskualifikasi pasangan SUKSES dan menetapkan pasangan UJI-BP sebagai Bupati dan Wakil Bupati terpilih dalam Pemilu kada Kobar tahun 2010.

14 Juli 2010 - KPUD Kabupaten Kobar melakukan rapat pleno untuk menentukan sikap. Rapat yang berlangsung sejak pukul 09.00 WIB, baru berakhir setelah pukul 15.00 WIB. Keputusan rapat pleno tersebut menolak keputusan MK.

17 juli 2010 – Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Agustin Teras Narang mengirimkan surat bersifat penting, hasil pleno KPU Kobar menyangkut kasus Pemilu Kada Kobar, dengan Nomor 148/I.1/ADPUM kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi.
24 Juli 2010 - Mendagri Gamawan Fauzi menyerahkan putusan akhir sengketa hasil Pemilu Kada Kobar pada KPU Pusat dan KPUD provinsi dan KPUD Kabupaten. Pihaknya hanya menampung proses yang sudah matang.

22 November 2010 - KPU Pusat perintahkan KPUD Kobar melaksanakan putusan MK dan menetapkan hasil sesuai dengan putusan MK.

8 Agustus 2011 - Medagri Gamawan Fauzi menandatangani Surat Keputusan (SK) pengangkatan UJI-BP sebagai bupati dan wakil bupati Kobar. Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang telah menyampaikan surat melalui Pelaksana harian (Plh) Bupati Kobar  Muchtar agar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kobar segera melakukan rapat paripurna.

11 Agustus 2011 - DPRD Kobar menolak Surat Keputusan (SK) Mendagri. DPRD Kobar mempertanyakan dasar untuk menyelenggarakan rapat paripurna istimewa yang agendanya akan melantik pasangan Uji-BP. Alasannya, Pimpinan DPRD Kobar melalui surat No. 170.172/2010, telah mengusulkan pasangan terpilih Sugianto sebagai Bupati Kobar, dan Eko Soemarno sebagai Wakil Bupati sesuai dengan berita acara KPUD Kobar. Pimpinan DPRD Kobar selama ini juga tidak pernah mengusulkan pasangan Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto sebagai pemenang Pemilu Kada. Dengan pertimbangan tersebut, unsur Pimpinan DPRD Kobar belum bisa menjadwalkan rapat paripurna istimewa dan selanjutnya meminta petunjuk lebih lanjut kepada Gubernur Kalteng.

14 Agustus 2011 - Gubernur kembali menyerahkan penolakan SK Mendagri tersebut kepada Mendagri.

6 November 2011 - Presiden Panggil Mendagri Gamawan Fauzi dan Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang membahas soal Sengketa Pilkada Kobar.

20 Desember 2011 - Puluhan massa pendukung SUKSES turun ke jalan melakukan orasi dan pembakaran ban di depan Tugu Adipura. Hal ini dipicu dengan adanya isu pelantikan UJI-BP sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kobar oleh Mendagri gamawan Fauzi pada pertengahan Januari 2012.

21 Desember 2011 - Ratusan massa pendukung SUKSES kembali turun kejalan untuk melakukan hearing (Rapat dengar pendapat) dengan anggota DPRD Kobar dan untuk Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) Kobar. Sementara itu Kepolisian Daerah (Polda) menambah jumlah pasukan di Kobar sebanyak 6 pleton.

28 Desember 2011 - Ratusan massa pendukung SUKSES kembali melakukan demo dengan membawa keranda dengan betuliskan ancaman mati bagi UJI-BP dan antek-anteknya jika pemerintah tetap melantik UJI-BP. Aksi tersebut diikuti dengan pengrusakan dan pelemparan kaca kantor Bupati dan Disdikpora, serta pos penjagaan. Hal ini kembali dipicu karena beredarnya isu pelantikan UJI-BP bukan pada pertengahan Januari, namun pada Jumat (30/12).

29 Desember - Setelah melakukan konvoi keliling kota, masa pendukung SUKSES berhenti di depan Rumah Jabatan Bupati, di Jalan Pangeran Antasari dan membakarnya hingga habis.

21 Maret 2012 - Majelis Hakim PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) DKI Jakarta, mengabulkan dan memenangkan gugatan SUKSES serta memerintahkan Mendagri mencabut SK Mendagri, tentang pengesahan dan pengangkatan Bupati Kobar (SK Mendagri Nomor 131.62-584 Tahun 2011 dan SK Nomor 132.62-585 Tahun 2011 tertanggal 8 Agustus 2011) karena dianggap cacat hukum dan tidak sah.

#Jurnal Pindahan; Pena Fitriya