Sabtu, 26 Mei 2012

Teknik Menulis Features


Penulisan feature merupakan salah satu pilar dalam media massa. Feature yang pada umumnya merupakan sebuah liputan yang tidak terikat pada pakem straight news atau current event merupakan tahap berikutnya dalam penulisan jurnalistik.

Menulis feature memerlukan latihan yang cukup lama. Tidak seperti menulis atau memberikan laporan mengenai current event, peristiwa yang sedang berjalan, penulisan feature perlu sedikit kontemplasi, renungan dan mempertajam situasi dibalik berita.

Bagaimana menuangkan gagasan dari berita menjadi sebuah tulisan featuris ?

Inilah tantangan yang tidak mudah. Beberapa hal bisa dipikirkan di bawah ini:

1. Fokus terhadap peristiwanya. Kebakaran pasar adalah kerangka berita utama hari itu, namun perjalanan manusia didalamnya, perjuangan pedagang yang sudah puluhan tahun memutar modal kemudian hangus tanpa asuransi merupakan sebuah bahan feature menarik.

2. Fokus kepada manusia. Cerita manusia didalam sebuah peristiwa, atau cerita seseorang dibalik peristiwa merupakan sebuah kasus menarik untuk diangkat. Rasa simpati penulis terhadap nasib salah satu korban tabrakan di jalan tol, misalnya akan menggugah para pengambil kebijakan untuk memperketat laju kendaraan di tol. Cerita mengenai manusia dibalik berita akan memberikan bobot pada laporan utama.

3. Tuangkan dalam tulisan yang menyentuh. Tidak seperti pemberitaan yang lugas, kurang emosional, maka tulisan bentuk feature bisa dijadikan sebagai sebuah karya jurnalistik yang menyentuh kehidupan inti manusia, tentang hidup dan mati, tentang cinta dan pengkhianatan dan tentang patriotisme, misalnya. Disini memerlukan sedikit keterampilan dalam mengolah karya tulis ini. Bahasa dari dunia sastra akan bermanfaat untuk memperhalus alur cerita tanpa terjebak kedalam cerita fiksi.

4. Ending yang berkesan. Kekuatan feature adalah menarik pembaca kedalam tulisan sampai titik terakhir. Buatlah alur tulisan yang mengarah kepada klimaks yang membuat pembaca penasaran akan cerita didalam tulisan itu. Ending cerita mungkin bukan kemenangan atau keberhasilan subyek cerita tetapi mungkin tatapan masa depan yang suram.

Jumat, 25 Mei 2012

Sembilan Prinsip Peliputan dan Penulisan Berita Kriminal


Meliput dan menulis berita kriminal sebenarnya tak jauh beda dengan meliput dan menulis berita lainnya. Namun, ada sembilan prinsip dasar yang sebaiknya diketahui oleh wartawan peliput kasus-kasus kriminal. Prinsip-prinsip ini bersifat penuh dan mengikat. 

Berikut sembilan prinsip yang dimaksud.

Berita kriminal adalah laporan terkini yang disiarkan kepada publik terkait peristiwa-peristiwa kejahatan yang dilakukan oleh seseorang, sekelompok orang, atau sebuah organisasi. 

Sebuah peristiwa disebut peristiwa kriminal jika memenuhi tiga unsur utama, yakni pelaku, tindak kriminal, dan adanya korban. Unsur lainnya yakni keberadaan saksi, tempat kejadian perkara, barang bukti, dan modus operandi.

Pelaku, korban, dan saksi, adalah nara sumber utama dalam sebuah berita kriminal. Namun, dalam kasus kriminal dikenal pula nara sumber lain yang disebut sebagai nara sumber resmi yang data, informasi, maupun statement yang dikeluarkannya merupakan data, informasi, dan statement resmi yang dinyatakan benar secara hukum dan boleh dikutip untuk disiarkan.

Termasuk dalam katagori nara sumber resmi adalah lembaga penegakan hukum seperti kepolisian dan peradilan, pihak rumah sakit, organisasi, lembaga atau instansi terkait jika kasusnya melibatkan sakit, organisasi, lembaga atau instansi, serta pengacara dari kedua belah pihak yang berbicara atas nama pelaku atau korban. Kerap juga dimasukkan ke dalam nara sumber resmi adalah pernyataan pihak keluarga baik itu keluarga pelaku atau korban.

Untuk dapat meliput dan menulis sebuah berita kriminal dengan baik, adalah wajib bagi seorang wartawan untuk memiliki pengetahuan yang memadai tentang hukum, terutama terkait dengan peristiwa yang sedang ditanganinya.

Wartawan juga harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang berbagai aturan hukum terkait apa yang boleh dan tidak boleh dipublikasikan, termasuk beragam istilah atau bahasa hukum dan peradilan seperti apa itu tersangka, apa itu terdakwa, apa yang dimaksud dengan terlapor, apa yang dimaksud dengan pledoi, dakwaan, juncto, dan sebagainya. 

Ini semua adalah pengetahuan wajib yang menjadi prinsip dasar liputan dan penulisan berita kriminal dan pengadilan. Sebab, apa pun output-nya, adalah haram mencederai peluang pihak mana pun untuk mendapat peradilan yang fair dan dan tak memihak, baik sengaja atau pun tak sengaja. Bagi wartawan dan media massa, kewajiban ini bersifat penuh dan mengikat. 

Akurasi, adalah hal mendasar lainnya yang harus diperhatikan oleh seorang wartawan yang meliput dan menulis berita kriminal. Sajikan fakta secara tepat tanpa menambah atau menguranginya. 

Memutuskan meliput dan menulis sebuah kasus kriminal berarti memutuskan untuk mengikuti dan melaporkan kasus itu hingga selesai. Jadi, sebelum menyentuh sebuah kasus, pertimbangkan benar apakah sebuah kasus layak untuk Anda liput dan Anda siarkan. Jika sebuah kasus tidak ada hal yang menariknya bagi publik Anda, sebaiknya tidak menyentuhnya sama sekali karena saat Anda melaporkannya, Anda wajib melaporkannya hingga akhir.

Minggu, 20 Mei 2012

Menulis Berita Kriminal, Sedikit yang Menarik?


Ilustrasi; Sumber Ist
Bergantian, para mahasiswa mata kuliah penulisan berita, Sabtu (19 November 2011) mengoreksi naskah berita kriminal karya (tugas) teman sendiri. Hasilnya, hanya empat berita yang menurut mereka menarik.

Total naskah berita yang masuk ada 31. Itu berarti 12 mahasiswa tidak mengerjakan tugas, karena jumlah mahasiswa kelas penulisan berita ada 43 orang.

Seperti biasa, sebelum mengumpulkan tugas, para mahasiswa saya minta agar membaca dulu secara bergantian naskah berita yang ditulis teman-temannya.

"Tempatkan diri Anda sebagai pembaca surat kabar. Adakah berita karya teman Anda yang memiliki nilai tinggi?" saya bertanya.

Tidak ada yang angkat tangan. Pertanyaan yang sama saya ulang. Dua mahasiswa lalu angkat tangan.

"Adakah berita kriminal yang Anda baca, penting untuk banyak orang, termasuk Anda?" kembali saya bertanya. Setelah pertanyaan itu saya ulang, dua mahasiswa angkat tangan.

"Adakah di antara Anda yang merasa puas setelah membaca berita-berita yang ditulis teman Anda?" saya lagi bertanya. Hanya dua mahasiswa yang angkat tangan.

"Sekarang perhatikan judul berita yang ditulis teman-teman Anda, apakah ada yang menarik?" tanya saya. Tidak ada yang angkat tangan.

Pertanyaan yang sama saya ulang. Saya tunggu beberapa detik, tak juga ada mahasiswa yang angkat tangan. Kesimpulannya, tak satu pun judul berita yang mereka tulis menarik.

Setelah saya membaca karya para mahasiswa, judul berita yang mereka tulis memang tidak menarik dan terkesan asal tulis, yang penting berjudul, seperti ini:

1. Kriminalitas Penghipnotisan Sepeda Motor
(Komentar dosen: Sepeda motor memang bisa dihipnotis? Judul ini akan lebih pas jika diganti menjadi: Pengemudi Sepeda Motor Dihipnotis).

2. Penganiayaan Kepada Ketua RT
(Komentar dosen: Waduh, penganiayaan ini "barang" apa sih, kok bisa dikirim/diberikan kepada Pak RT? Akan lebih afdol jika judul itu diubah menjadi seperti ini: Ketua RT Dianiaya).

3. Beratnya Kebutuhan Hidup Mendasari Tindakan Pencurian
(Komentar dosen: Serius sekali ini mahasiswa, membuat judul berita mirip tema kuliah subuh. Mungkin maksudnya seperti ini: Butuh Hidup Nekat Mencuri).

4. Perampokan Gagal Luka Tembak Bersarang
(Komentar dosen: Luka tembak memang bisa bersarang? Yang bersarang itu luka tembak atau peluru. Judul ini akan lebih pas jika diganti seperti ini: Gagal Merampok, Pelaku Tembak Korban atau Ditembak setelah Gagalkan Aksi Perampokan).

Sebenarnya ada beberapa mahasiswa yang menulis judul berita cukup menarik, seperti ini:

1. Kebutuhan Mendesak, Kejahatan Bertindak
2. Cucak Ijo Hilang (berita tentang warga Bekasi yang kehilangan burung cucak ijo seharga Rp 2,5 juta).
3. Polisi Bekuk Calo PNS
4. Tersangka Pembunuhan Ternyata Mantan Atlet
5. Tukang Ojek Dibius, Motor Raib

Sayang memang, hampir semua mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam menuangkan fakta (peristiwa) ke dalam naskah berita. Mahasiswa yang menulis judul berita Tukang Ojek Dibius, Motor Raib, menulis lead beritanya seperti ini: Seorang tukang ojek terkapar di pinggir emperan ruko, diduga ia habis terkena bius oleh penumpang yang habis ia antar.

Lead di atas akan lebih enak dibaca jika ditulis seperti ini: Seorang pengojek, diduga korban pembiusan, ditemukan terkapar di emperan sebuah ruko di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (15/11).

Penulis berita "Tersangka Pembunuhan Ternyata Mantan Atlet" juga kurang mahir menulis lead yang ditulis seperti ini: Senin, 14 November 2011, DTP (18), tersangka pembunuhan yang menewaskan seorang Manajer PT. AG. Sukses Mandiri, Novi (28) pertengahan bulan Juni lalu akhirnya tertangkap kemarin setelah menjadi buronan jajaran Polresta Depok selama lima bulan.

Lebih bagus jika lead di atas ditulis seperti ini: Polisi Depok, Senin (14/11) akhirnya menangkap DTP (18) setelah tersangka pembunuh Novi, manajer PT AG Sukses Mandiri ini buron lima bulan.

Mahasiswa yang menulis berita "Polisi Bekuk Calo PNS" pun tidak kreatif dalam menulis lead padahal di dalam lead ada unsur menarik (nama pelaku Muslihat). Lead ditulis seperti ini: Kepolisian Sektor Pancoran Mas, Depok, membekuk seorang tersangka yang diduga sebagai pelaku penipuan. Tersangka bernama Muslihat alias Jhoni bin Hasbullah (50) diduga menipu korban untuk masuk menjadi menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di Pemerintah Kabupaten Bogor.

Catatan dosen: Ada logika yang menganggu. Perhatikan kalimat kedua lead. Siapa yang akan masuk menjadi PNS? Membaca kalimat di atas, yang akan masuk menjadi PNS adalah Muslihat alias Jhoni. Bagaimana supaya Muslihat bisa jadi PNS? Membaca kalimat di atas, jawabnya adalah dengan cara menipu korban.

Lead di atas akan lebih masuk akal jika ditulis seperti ini: Polisi Pancoran Mas Depok membekuk Muslihat yang diduga melakukan tipu muslihat calon pegawai negeri sipil (PNS) yang melamar ke Pemerintah Kabupaten Bogor.

Sebagian besar mahasiswa memang belum mahir menulis berita. Tapi tak apalah. Saya tetap memberikan apresiasi, sebab sebagian besar di antara mereka benar-benar melakukan liputan di lapangan disertai dengan bukti. Ada mahasiswa yang berfoto bersama dengan nara sumber (Pak Polisi) dan korban, melampirkan fotokopi KTP korban dan fotokopi surat tanda penerimaan laporan/pengaduan.

Halo para mahasiswa, teruslah berlatih. Jangan menangis atau meringis jika dosen memberikan nilai jeblok. Jadikan nilai itu sebagai pemicu untuk menjadi mahasiswa profesional. Pasti bisa.

Sumber; Write Now

Sabtu, 05 Mei 2012

Blog, Jurnalisme dan Prosumsi


Maraknya blog adalah maraknya kecenderungan “prosumsi”. Istilah prosumsi diperkenalkan Alvin Tofler melalui “Future Shock” yang terbit pada 1970-an. Prosumsi = produksi dan konsumsi. Kemajuan teknologi, seperti internet, memungkinkan setiap orang menjadi produsen dan konsumen informasi sekaligus.

Blog memang merupakan sparing-partner menarik bagi jurnalisme konvensional. Banyak orang, terutama di Amerika, makin kehilangan kepercayaan pada media-media mainstream (televisi dan bahkan koran)–jumlah pemirsa dan pembaca koran terus turun dari tahun ke tahun. Media mainstream kian jatuh pamornya karena makin sarat berita negatif, gosip, kriminalitas, dan infotainmen. Fox TV adalah personalitas negative-journalism yang ekstrem, tapi citra seperti itu bahkan kini menghinggapi jaringan utama seperti CNN, ABC dan CBS (lihat bagaimana mereka memberitakan perang di Irak).

Orang beralih ke media lain. Orang mulai menggagas media alternatif untuk mencari substansi yang tidak diliput media. Atau menggagas civic-journalism. Atau mencari blog berisi opini dan perspektif alternatif.

Di masa depan, blog tidak hanya akan berisi jurnalisme single-source atau sekadar opini. Jurnalisme dengan standar yang bagus bisa muncul dari sini, lebih bagus dari media konvensional. Blog memudahkan wartawan “menerbitkan” karya jurnalistiknya tanpa saluran konvensional (mencetak dan menyiarkan).

Tapi, bagus atau tidak, kredibel atau tidak, karya jurnalisme dalam sebuah blog akan teruji oleh waktu, dan dinilai berdasar standar jurnalistik yang lazim. Jurnalisme adalah jurnalisme. Dan blog hanya medium. Tapi, mungkin kata-kata Marshall McLuhan berlaku di sini: “medium is the message”. Blog adalah medium yang mengubah kebiasaan membaca dan menulis, mengirim dan menerima informasi.

Disunting dari tulisan Farid Gaban, diposting semata-mata untuk pendidikan.