Ketua
DPRD Bartim Dituding Memalsukan Surat dan Tanda Tangan
(Dugaan KKN/Pidana Pemalsuan
Ketua DPRD Bartim, Bag. III)
Mantan ajudan/staf khusus Ketua
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Barito Timur (Bartim), Eka
Bakti alias Dapung menuding mantan bosnya yakni Ketua DPRD Kabupaten Bartim,
Fristio memalsukan tanda tangannya sehingga mantan ajudan tersebut tidak pernah
mendapatkan haknya berupa pembiayaan perjalanan kedinasan yang dibebankan dari
Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA –SKPD)
Sekretariat DPRD Kabupaten Bartim.
Pria yang akrab dipanggil Dapung
tersebut juga mengatakan jika selama 21 bulan menjadi ajudan ketua DPRD
Kabupaten Bartim dirinya belum pernah mendapatkan gajinya dalam melaksanakan
tugas ajudan Ketua DPRD Kabupaten Bartim.
“Sampai saat ini saya belum pernah
mendapatkan gaji yang disebutkan dalam surat keterangan pengangkatan ajudan,”
kata Eka, di Tamiang Layang, kemarin (27/2).
Dirinya juga menuding Ketua DPRD
dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut memalsukan tanda
terima untuk mengambil dana pelaksanaan tugas sebagai ajudan Ketua DPRD Kabupaten
Bartim.
“Tudingan ini sangat beralasan
karena saya tidak pernah menandatangani tanda terima untuk pendanaan perjalanan
dinas, padahal dalam surat keterangan pengangkatan saya jelas disebutkan jika
segala biaya yang timbul dalam pelaksanaan tugas sebagai ajudan di bebankan DPA
– SKPD Sekretariat DPRD Kabupaten Bartim,” tutur Eka.
Selain itu, Eka mengungkapkan, dulu
dirinya pernah dijanjikan jika setiap ada pencairan dana pembiayaan perjalanan
dinas akan dibagi dua antara dirinya dan Fristio, tetapi itupun tidak pernah
direalisasikan oleh sang Ketua (Fristio).
“Janji tinggal janji, selama ini
saya hanya mendapat pesangon dari Fristio yang tidak seberapa besarnya,”
ungkapnya.
Masih ungkap Eka, karena selama ini
Eka tidak pernah mendapatkan biaya (Perjalanan dinas) Ia pun dijanjikan oleh
sang Ketua akan mendapatkan gaji sebesar Rp 3 Juta Per bulan ditambah dengan Rp
100 Juta per tahun.
“Hari mendatang, bulan menjelang,
tahun pun tiba namun apa yang dijanjikan sang Ketua pun tak kunjung ada
realisasinya, bahkan Fristio mengelak pernah menjanjikannya,” ujar Eka.
Dari sinilah dirinya mengaku tidak
lagi bersemangat untuk mengabdi dengan sang Ketua, dan akhirnya si Eka
memutuskan untuk mengundurkan diri. Pengunduran dirinya tersebut juga
dikarenakan keluarnya surat keterangan perpanjangan tugas yang tidak lagi
menyebutkan dirinya sebagai ajudan/staf khusus ketua DPRD Kabupaten Bartim,
namun sebagai anggota satuan pengamanan (Satpam) rumah jabatan (Rujab) Ketua
DPRD Kabupaten Bartim.
“Jujur saya meragukan keaslian
surat tersebut karena berbeda dengan surat yang pertama,” pukasnya.
Di lain sisi, Beni Guritno Kepala
Kejaksaan Negeri (Kajari) Tamiang Layang mengatakan, karena pemalsuan tanda
tangan dan pemalsuan surat tersebut masuk dalam kategori pidana umum dirinya
meminta untuk pihak yang dirugikan segera melapor ke Kepolisian.
“Laporkan saja kasus tersebut ke
Kekepolisian agar segera mendapat tindak lanjut,” tandasnya.
Di lain tempat, salah satu Praktisi
hukum Aryo Nugroho, menjelaskan, jika seseorang terbukti memalsuan surat dan
tanda tangan dapat dijerat dengan pasal 263 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan
ancaman paling lama enam tahun kurungan penjara.
“Pasal 263 Ayat 1 KUHP; Barang
siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu
hak, perikatan atau pembebasan hutang atau yang diperuntukkan sebagai bukti
daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain
memakai surat tersebut seolah – olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam
jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat,
dengan pidana penjara paling lama enam tahun,” jelas Aryo.
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Palangkaraya juga menambahkan, Pasal 263 adalah
bahwa membuat surat palsu, sebelum perbuatan dilakukan belum ada surat,
kemudian dibuat suatu surat yang isinya sebagian atau seluruhnya adalah
bertentangan dengan kebenaran. Tidak demikian dengan perbuatan memalsu surat.
Sebelum perbuatan itu dilakukan sudah ada sebuah surat yang asli, kemudian pada
surat yang asli ini, terhadap isinya termasuk tanda tangan dan nama si pembuat
asli dilakukan perbuatan memalsu yang akibatnya surat yang semula benar menjadi
surat yang sebagian oleh seluruh isinya tidak benar dan bertentangan dengan
kebenaran.
“Selama perkiraan adanya orang yang
terperdaya terhadap surat itu, surat itu dibuat memang untuk memperdaya orang
lain dan dengan adanya pemalsuan tersebut ada yang dirugikan maka unsur – unsur
pasal tersebut terpenuhi,” tambahnya.